Melepas kepergiaan
seseorang itu tidak harus dilakukan di tempat formal,mewah dan terkenal. Di
manapun tempatnya asalkan dilakukan dengan sepenuh hati pastinya jauh lebih
mengesankan. Karena kebanyakan anak buahnya hobi dolan, gunung Pananjakan pun
jadi pilihan untuk perpisahan kepala bidang kami tercinta beberapa waktu lalu.
Satu-satunya pejabat yang sering bikin hati kami meleleh karena ketulusannya.
Farewell party paling so sweet selama saya bekerja di kantor ini.
Rombongan kami
sampai di Probolinggo pas tengah malam setelah menempuh perjalanan darat dari
Jogja selama hampir 10 jam. Hanya sempat merebahkan tubuh selama 1 jam di hotel
karena jam 2 dinihari kami sudah harus bersiap naik. Dengan mata setengah
merem, kami masuk ke mobil elf, transportasi utama menuju gunung Pananjakan yang terletak di perbatasan Probolinggo-Pasuruan.
Dan seperti namanya, gunung itu area-nya menanjak-nanjak dan berkelok-kelok
dengan tingkat kemiringan ekstrem. Belum lagi, kami harus senam jantung karena
sopir elf ngebut tidak karuan. Rasa ngantuk langsung lenyap kala kami menghayati
tiap tanjakan dan turunan sambil komat-kamit merapal mantra. Dalam kepala saya
muncul lagu Ready Steady Go milik L’Arc en Ciel..... Ready steady
goooooo.......
Perjalanan ngerock
bersama elf berakhir satu jam kemudian ketika memasuki terminal kecil tempat
mangkalnya elf, jeep dan tukang ojek yang siap menawarkan tumpangan ke sunrise
view. Niat saya ke sini pengen trekking sehingga turun dari elf langsung ngacir
menyusuri jalan setapak menuju ke puncak. Kabarnya, cuaca bakal super dingin
dan bikin ingus meler di atas sana sehingga kami sudah siap-siap berkostum
lengkap ala pendaki gunung profesional. Tapi suer deh, saya tidak sempat
mengalami hipotermia dan ngerasa cuaca di sini masih dingin dalam tahap normal.
Helloooooo, apakah iklim dunia benar-benar sudah rusak sehingga saya tidak
merasakan dingin lagi di gunung Pananjakan?
Meski tidak terlalu
dingin namun kabut tetaplah kabut yang selalu membuat suasana muram dan
misterius. Celakanya lagi, saat kami telah sampai di sunrise view si kabut
tetep keukeuh tak mau pergi.Kira-kira sang mentari bakalan muncul nggak
ya?dengan harap-harap cemas,kami menunggu datangnya mentari dalam kegelapan. Sempat
pesimis karena udah hampir setengah lima tak ada tanda-tanda berakhirnya masa
kegelapan meski kabut mulai menipis. Tak disangka-sangka sebentar kemudian nampak
kilatan warna oranye menyepuh langit dari ufuk timur. Voilaaaaa..... Sunrise in
the dark!! Sang mentari muncul hanya sekilas saja sebelum akhirnya harus
bersembunyi lagi dibalik kabut.
Sang mentari muncul malu-malu kucing |
Oke-oke,baiklah
kalo miss sunrise hanya hadir sesaat dan kemudian lenyap ditelan kabut. Nyang
penting kami sudah sampai di salah satu tempat terindah di tanah Jawa untuk
melepas kepergian bapak kami tercinta. Perpisahan sederhana namun sarat makna
karena tak banyak kata terucap hanya kebersamaan di saat-saat akhir ini yang
bisa kami nikmati. Selanjutnya, kamipun memutuskan untuk turun lagi melewati
jalur trekking yang sama.
Perjalanan pulang
nampaknya jauh lebih menarik karena hari mulai terang dan nampak jajaran
pegunungan Tengger di sekelilingnya. Puncak gunung Bromo,Batok, Widodaren masih
diselimuti kabut namun terlihat cantik dan misterius bagai kecantikan putri
Majapahit. Tiba-tiba ingin kunyanyikan lagunya Katon Bagaskara.....”kunyanyikan
untukmu, sebuah lagu tentang negeri di awan, di mana kedamaian menjadi
istananya.....” aihhhh romantisnya mas Katon ini. Pegunungan tengger ini memang
punya aura mistis luar biasa,membuat saya terpesona setengah mati dan seolah
tak ingin beranjak dari sana. Terpaku menikmati ciptaan-Nya yang begitu
sempurna sementara hati ini berjanji ingin kembali lagi ke tempat ini suatu
hari nanti. Someday........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar