Sabtu, 28 Maret 2015

Once Upon A Time in China


Masih di kota semarang, hanya selemparan batu sampailah kita di klenteng sam poo koo. Dominasi warna merah langsung nampak di depan mata begitu kita masuk area tempat ibadah umat konghucu ini. Suasana negeri tirai bambu juga bisa kita rasakan di sini karena ada lapangan yang mirip-mirip Tianamen square di Beijing. Ceritanya jadi kayak Once Upon a time in China eh in Sam Poo Koo ding.... Dan sama kayak di Lawang Sewu, no story available... Those pictures tell you more.....  



the square

the place

the great pillars


the inside


the reds



the beautiful ones






Lawang Sewu : 1000 doors



Berkali-kali ke Semarang tak pernah kepikiran mampir Lawang Sewu padahal lokasine di tengah kota dan nggak jauh-jauh amat dari Simpang Lima. Okelah kalo begitu, siang itu kita bela-belain mampir di salah satu bangunan peninggalan Belanda paling masyur di kota lumpia tersebut.


Memasuki Lawang Sewu, kita langsung dipandu oleh seorang guide lokal yang bakalan nganterin kita mengelilingi bangunan kolonial ini. Saat pemandu cerita ini itu, entah mengapa kuping saya tidak konsentrasi sama sekali. Padahal biasanya saya suka sekali sejarah tapi siang itu saya lebih suka keliling bangunan sendiri tanpa perlu mengetahui sejarah Lawang Sewu. Jeprat-jepret sana sini and here’s some shots.......
 

Jadi pada intinya, lawang sewu dulunya adalah penjara jaman Belanda yang super gede karena jumlah sel penjara konon katanya ada seribu-an lebih. Sebagai penjara sekaligus tempat penyiksaan membuat bangunan ini terlihat suram dan bahkan masih menyisakan penderitaan masa lalu. Waktu saya jeprat-jepret keliling lokasi memang sempat merasakan aura seram dan bahkan nangkap  kehadiran makluk lain. Mungkin makluk itu dulunya menjalani eksekusi mati di sini....hiiii...... Terlepas dari sejarah kelamnya, bangunan ini sangat kokoh dan megah bagai kompleks gedung parlemen Eropa. Sempat kepikiran menjadikan tempat ini sebagai hotel bergaya klasik di tengah kota. Namun siapa yang berani menginap di sini kalo tahu sejarahnya? Mungkin hotel plus plus yang menyediakan paket tour uji nyali....  And i’ll be your guide..................  I’ll guide you to count the doors....... :-)



Sangiran : The Homeland of Java Man



Sepertinya asyik banget punya profesi sebagai Paleontologist kayak si Ross Geller di serial Friends yang hobinya berurusan ama fosil-fosil manusia pra sejarah plus dinosaurus dan kawan-kawan. Dan demi memuaskan hasrat terpendam sebagai paleontologist sekaligus membuktikan cerita dalam buku sejarah, akhirnya kesampaian juga cita-cita saya mengunjungi museum Sangiran, the homeland of Java man beberapa waktu lalu.

Terletak di perbukitan Kendeng, Sragen, Jawa Tengah museum ini kesannya cukup pelosok padahal aslinya akses ke sana mudah sekali dan tidak jauh-jauh amat dari kota Solo. Ambil rute ke arah Purwodadi dan ikuti saja jalan satu-satunya hingga menemukan tugu selamat datang di situs Sangiran kemudian belok kanan mengikuti petunjuk di tugu tersebut. Walo masih sekitar 3 kiloan menuju museum tapi perjalanan lumayan menyenangkan karena daerah sana masih asri dengan pepohonan di kanan kiri jalan.

Sesuai dengan tag-line museum Sangiran,the homeland of Java man begitu masuk museum ini kita disuguhi fosil tengkorak manusia purba paling beken yaitu Pithecantropus erectus, homo sapiensis, homo soloensis, homo erectus dan cro-magnon. Voila....akhirnya saya berjumpa dengan manusia cro-magnon. Dulu sering baca kisah nenek moyang para seniman yang jago bikin patung dan lukisan ini di komik apa ya.... pokoe jaman-jaman SD gitu pas lagi hobi dolan ke perpustakaan kota di deket alun-alun hihihi

Ternyata tiap manusia purba punya ciri khas tersendiri lho... Kalo cro magnon terkenal sebagai seniman,lain halnya dengan homo erectus,sang pengelana dunia. Manusia purba pertama yang mampu menyebar ke berbagai penjuru dunia dan bisa bertahan di segala musim. Sedangkan homo sapiens terkenal karena kemampuannya menciptakan peradaban dan teknologi tinggi. Coba bedakan bentuk tengkorak mereka.....  
Cro-magnon
Homo erectus
Homo sapiens
Puas menyaksikan manusia purba, saya melanjutkan rute mengunjungi koleksi fosil hewan-hewan purba yang hidup pada masa pra sejarah. Lumayan terkejut juga karena bukan dinosaurus yang saya jumpai tapi justru gajah purba sejenis stegodon dan mastodon memenuhi koleksi museum Sangiran. Gajah merupakan salah satu binatang tertua penghuni planet bumi. Dan lumayan terkejut juga kalo mastodon merupakan gajah purba karena selama ini tahunya nama sebuah grup band death metal kesayangan mas Ryan pelor. Sumpah, jadi kangen mas Ryan.....xixixi


Berkunjung ke museum Sangiran memaksa saya untuk me-rewind kembali pelajaran biologi jaman SMP pas lagi mumet-mumetnya ngapalin teori Evolusi dari Charles Darwin buat ujian semesteran. Apa yang kau ingat tentang teori Evolusi?euhm, manusia ber-evolusi dari masa ke masa. Hanya sepanjang itulah ingatan saya padahal jawabannya pasti lebih panjang dan lebar penjelasannya. Begini cerita soal evolusi...... Prinsip dasar teori darwin adalah makluk yang paling cocok dengan lingkungannya akan bertahan hidup ( survival of the fittest). Yang dapat bertahan hidup akan mempertahankan ciri-cirinya yang menguntungkan. Variasi makluk terjadi karena proses penyesuaian diri pada lingkungan yang berubah agar tetap bertahan hidup. Demikian sekelumit cuplikan dari buku karya Darwin yang paling ngehits berjudul the Origin of Species. Yah,sayang bukunya hanya di pajang di etalase, coba boleh dipinjam dan dibawa pulang....I’d love to read this masterpiece.
Buku The Origin of Species
Banyak sekali pengetahuan dan cakrawala baru yang bisa diperoleh dengan mengunjungi museum. Cuman sayang selama ini museum sering dipandang sebelah mata karena dianggap sebagai tempat penyimpanan benda mati belaka. Apalagi bangunannya kuno dan kurang perawatan sehingga kita malas meliriknya. Namun dengan bangunan baru yang dirancang cukup menarik diatas bukit, museum Sangiran menjadi salah satu destinasi yang layak dikunjungi khususnya bagi pecinta pra sejarah. Tak hanya museum Sangiran aja yang berada di kawasan situs Sangiran tapi sekali jalan kita bisa mengunjungi museum Bukuran dan Dayu yang menyimpan koleksi benda purbakala lainnya.